Di Atas Satu Cinta
(balas budi)


Perjalanan agung seorang pemuda mencari sebuah cinta sejati dan menjemput impian. Ridwan, sebut saja namanya begitu, ia adalah alumni sebuah pesantren ternama di Aceh yaitu pesantren Al-Mizan. Setelah ia lulus dari pesantren tersebut ia kembali mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar dipesantren tersebut. Sudah lima tahun masa jabatannya berlalu, ia hanya bermaksud untuk membalas budi atas kebaikan pengelola pesantren yang mengizinkannya untuk bersekolah dan tinggal dipesantren itu dengan gratis.
Jejak perjalanan yang penuh perjuangan telah ia jalani, lika-liku kehidupan telah ia hadapi dan manis pahitnya kehidupan telah ia rasakan. Setiap hari Ridwan mengajarkan pelajaran ilmu tajwid dan Pendidikan Bahasa Indonesia. Ia mengajar dengan penuh keikhlasan tanpa mengharap imbalan apapun. Tidak ada gaji yang diterimanya tiap bulan, melaikan hanya uang rokok saja. Ridwan mengajar dengan simbol penuh cinta dan kasih sayang. Mengajar, mengajar, dan mengajar, itulah pekerjaan Ridwan setiap harinya.menjadi seorang guru adalah hal yang tidak mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan karena dalam hal mengajar kita dihadapkan sama benda hidup bukan benda mati. Tapi jika sesuatu pekerjaan sulit dilakukan dengan penuh keikhlasan maka akan pekerjaan tersebut akan tersa mudah.
Namun, sangat disayangkan Ridwan masih seorang perjaka muda dan masih melajang, belum ada seorang wanita yang menemaninya dalam mengarungi bahtera kehidupan. Hari-harinya hanya berkawan dengan setumpuk buku dan kitab-kitab yang harus ia pelajari, sesekali ia teringat akan kampung halamannya yang sudah lama tidak ia sapa. Air mata pun jatuh bergelinang ketika ketika ia teringat dengan bundanya. Ketika dihubungi bundanya selalu bertanya kepada Ridwan “Wan, bunda ingin sekali menjadi seorang nenek”………

Mawardi, 08 Februari 2011
Mahasiswa FKIP PBSI Unsyiah ‘10


The Soda Pop